Minggu, 30 Maret 2014

DEMOKRASI PEMILU

3 Hari Kampanye, Bawaslu Temukan 35 Pelanggaran
Rabu, 19 Maret 2014, 17:08 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan selama kampanye terbuka berlangsung sejak Ahad (16/3), telah terjadi 35 dugaan pelanggaran. Secara berjenjang, dugaan pelanggaran itu sedang ditangani Bawaslu untuk dipastikan pelanggar dikenakan sanksi.
"Semua pelanggaran itu ada yang ditemukan, ada yang dilaporkan masyarakat. Sebagian besar pelanggaran administrasi, tapi ada juga yang kasus pidana," kata Ketua Bawaslu, Muhammad di Jakarta, Rabu (19/3).
Untuk kategori pelanggaran administrasi, menurut dia, variasinya bermacam-macam. Seperti pelibatan anak-anak dan pelanggaran lalu lintas serta ketertiban umum.
Pelanggaran ini akan langsung diteruskan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehari sejak ditemukan. Selanjutnya, KPU merujuk pada UU Pemilu, Peraturan KPU nomor 15/2013 dan 25/2013, akan menjatuhkan sanksi administrasi.
Sementara pelanggaran pidana, Bawaslu menemukan adanya dugaan politik uang dilakukan oleh caleg dan partai politik saat berkampanye. Untuk jenis pelanggaran pidana, akan langsung diproses dan ditindaklanjuti oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu)
Selain itu, Muhammad melanjutkan, Bawaslu juga menduga beberapa pejabat negara yang ikut serta dalam kampanye melakukan pelanggaran. Dengan menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan partai. Melalui penggunaan mobil dinas, fasilitas negara, dan kampanye tanpa izin cuti.
"Kami langsung rekomendasikan ke atasannya. Misalnya bupati yang salahgunakan wewenang kami lapor ke gubernur, kalau gubernur ke mendagri untuk langsung ditindak," ujar Muhammad. 


MATAMASSA PANTAU PROSES  DEMOKRASI PEMILU

 JAKARTA, (PRLM).- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama sejumlah lembaga meluncurkan program aplikasi pemantauan Pemilu 2014 berbasis telefon seluler bernama MataMassa. Program ini diluncurkan sebagai upaya untuk menjaga berjalannya proses demokrasi melalui pemilu.

Ketua AJI Jakarta Umar Idris kepada VOA, menjelaskan dengan menggunakan aplikasi ini, pemantau bisa merekam pelanggaran dan melaporkannya. "Kita sediakan perangkat aplikasi dan tekhnologi bagi masyarakat di Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) untuk memantau di lingkungannya, di tempat kerjanya, atau di tempat mereka beraktifitas. Ini secara tidak langsung untuk meningkatkan transparansi di tingkat pembuat kebijakan," jelas Umar Idris.

"Yang bisa di laporkan mulai dari pelanggaran yang bersifat pidana, seperti ada yang mengiming-imingi uang dari partai atau calon legislatif tertentu. Lalu ada yang melarang seseorang untuk tidak hadir dalam sebuah kampanye dan tidak hadir saat pemilihan. Termasuk segala bentuk intimidasi dan teror. Lalu pelanggaran administratif diantaranya seseorang yang tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," ujarnya.

Umar Idris menambahkan, aplikasi MataMassa dapat diunduh lewat telepon genggam berbasis iOS (iPhone), Android dan sistem Short Message Service (SMS) Gateway dengan nomor pengaduan 0813-7020-2014. Setelah peluncuran, aplikasi ini akan diperluas untuk para pengguna BlackBerry dan Windows Phone. Laporan dapat berupa teks, foto, atau video.
Setelah tim verifikator melakukan proses verifikasi lanjut Umar, maka tim akan mengunggah hasil laporan tersebut ke situs www.matamassa.org, sehingga seluruh masyarakat dapat mengetahui pelanggaran pemilu yang terjadi di Jabodetabek. AJI dalam hal ini juga melibatkan peran serta jurnalis yang melaporkan secara aktif temuan di lapangan dari hasil liputan mereka.

"Tidak hanya masyarakat umum, tapi kita juga menyiapkan sebanyak 200 orang sebagai pemantau aktif. Sebagian besar dari mereka adalah jurnalis. Kita daftarkan mereka secara resmi ke Komisi Pemilihan Umum. Sehingga ketika mereka melakukan liputan sekaligus menjadi pemantau aktif MataMassa, mereka terlindungi oleh peraturan KPU dan hukum pemilu," tutur Umar.

Dari hasil laporan pemantauan masyarakat, AJI, akan meneruskan laporan yang sudah diverifikasi dan ditampilkan di situs MataMassa, ke Bawaslu dan KPU. Laporan itu juga dapat diperoleh oleh media-media partner yang berminat atas laporan pemantauan masyarakat itu.
Badan Pengawas Pemilu menjanjikan akan menindaklanjuti laporan dari pengguna MataMassa. Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak kepada VOA memastikan pengguna MataMassa berhak untuk melaporkan kecurangan pemilu seperti diatur dalam Undang-undang.

"(Yang) Paling penting adalah penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara. Kalau mereka bisa juga sampaikan hasil, akan sangat menolong. Partisipasi masyarakat dalam mata massa ini akan semakin meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu itu sendiri," kata Nelson Simanjuntak.

Aplikasi pemantauan Pemilu 2014 berbasis telepon genggam ini adalah hasil kerjasama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan ICT Laboratory for Social Changes (iLab), didukung oleh Southeast Asia Technology and Transparency Initiative (SEATTI) dengan anggaran sebesar Rp 1 Miliar.

AJI Jakarta juga menjalin kerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan, seluruh laporan masyarakat yang masuk, disampaikan kepada regulator pemilu untuk segera ditindaklanjuti. AJI Jakarta menjamin keamanan pengawas pemilu dari partisipasi masyarakat melalui program imi, dengan merahasiakan narasumber.(voa/A-147)***


Dari informasi diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan demokrasi  PEMILU  di Indonesia masih banyak terjadi pelanggaran, contohnya saja politik uang yang marak terjadi akhir akhir ini. Politik uang ini dilakukan oleh para partai atau caleg agar masyarakat memberikan hak suaranya kepada mereka, namun beberapa survey menyebutkan bahwa politik uang membuat masyarakat bingung atau bimbang dalam memilih karena dalam satu sisi mereka terikat janji sebab mereka sudah  menerima uang tersebut namun disisi lain mereka tau bahwa politik seperti itu tidak boleh dilakukan dan tidak ingin memilih para calon pejabat seperti itu hal inilah yang menyebabkan meningkatnya jumlah golongan putih (golput) di Indonesia.  Belum lagi teror dan intimidasi sangat membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia belum berjalan dengan semestinya.  PEMILU seharusnya terjadi tanpa ada paksaan serta perjanjian perjanjian lain yang dibuat karena adanya uang atau bayaran yang diberikan sebagai kompensasi. Sebagai sebuah bangsa yang menjunjung tinggi demokratis tidak seharusnya para calon pejabat negara tersebut melakukan hal ini karena tanpa mereka melakukan hal tersebut masyarakat pun juga bisa dan mengetahui yang mana yang pantas untuk dipilih dan yang mana yang hanya mengumbar janji manis. Kalo pada awalnya saja sudah melakukan kecurangan apalagi nanti pada saat sudah menjabat? tidak heran banyak pejabat yang berusaha mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan untuk politik kotor ini dengan cara mengkorupsi uang rakyat dan terkadang mereka bertindak tidak memikirkan nasib rakyat banyak padahal mereka adalah perwakilan yang dipilih oleh masyarakat untuk menjalankan pemerintahan yang bersifat dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Kurangnya sanksi yang tegas pun juga merupakan salah satu penyebab maraknya pelanggaran demokrasi tersebut. Peluncuran aplikasi MataMassa ini sangat baik untuk mendukung berjalannya pemilu yang demokratis tentu saja tetap ada campur tangan masyarakat sebagai pengguna aplikasi matamassa dan aparat untuk membuat aplikasi ini berguna sesuai fungsinya agar terciptanya demokrasi pemilu yang langsung, bebas, rahasia, adil, dan jujur. Sehingga dampak negative yang ditimbulkan dari para calon pejabat curang ini bisa di minimalisir dan dihilangkan.

SUMBER :
http://www.pikiran-rakyat.com/node/268610
http://www.republika.co.id 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar